Penerapan
Al-Quran dalam Konsep Arsitektur
BAB 1
1.
Pendahuluan
a a. Latar belakang
Arsitektur adalah
sesuatu yang muncul dengan didasari sebuah alasan yang dapat menguatkan
posisinya sebagai media aktualisasi sehingga akhirnya tercipta sebuah
lingkungan binaan yang kondusif untuk ditempati. Dapat dikatakan bahwa
arsitektur lahir sebagai jawaban atas sebuah keadaan yang mendukung untuk
keadaan yang lebih baik dan juga dinamisasi manusia. Sebagai contoh rumah pada
jaman dahulu dan sekarang sangat berbeda mengingat tingkat kebutuhan, fungsi
dan juga jarak pandang mereka yang terbatas menjadi alasan utama perbedaan
tersebut. Begitu juga alam yang sengaja diciptakan Tuhan dengan demikian
sempurna dan sangat teratur, tentunya dibalik semua itu ada sebuah maksud atau
pelajaran yang dapat diambil sebagai sebuah pelajaran.
Arsitektur
Islam adalah sebuah karya seni bangunan yang terpancar dari aspek fisik
dan metafisik bangunan melalui konsep pemikiran islam yang bersumber dari
Al-Qur’an, Sunnah Nabi, Keluarga Nabi, Sahabat, para Ulama maupun cendikiawan
muslim. Aspek Fisik adalah sesuatu yang nampak secara jelas oleh panca
indera. Dalam hal ini sebuah bangunan dengan fasade yang memiliki bentuk dan
langgam budaya islam dan dapat dilihat secara jelas melalui beberapa budaya,
seperti budaya arab, cordoba, persia sampai peninggalan wali songo. Bentuk
fisik yang biasa diterapkan dalam sebuah bangunan sepetri penggunaan kubah,
ornamen kaligrafi, dan sebagainya. Aspek Metafisik adalah sesuatu yang
tidak tampak panca indera tapi dapat dirasakan hasilnya. Hal ini lebih kepada
efek atau dampak dari hasil desain arsitektur islam tersebut, seperti bagaimana
membuat penghuni/ pengguna bangunan lebih nyaman dan aman ketika berada didalam
bangunan sehingga menjadikan penghuni merasa bersyukur. Contoh lain hasil
desain ruang2 dalam sebuah rumah, bisa menjadikan komunikasi orangtua dan anak
lebih dekat, sehingga membuat mereka rajin beribadah.
Sebagian
dari umat islam yang mempunyai tujuan hidup untuk menjadi seorang khalifah di
muka bumi, maka sudah seharusnya lah kita sebagai seorang calon arsitek muslim
memperhatikan keberlangsungan lingkungan sekitar dalam pembuatan hasil
rancangan kita. Agar kita tidak menjadi seorang arsitek yang berdarah dingin,
yang acuh tak acuh dengan sekitarnya. Al Quran sebagai pedoman hidup sepanjang
masa pun ternyata menunjang hal-hal yang termasuk didalamnya adalah dunia
arsitektur.
b.
Tujuan
Untuk dapat menerapkan suatu rancangan
bangunan yang sesuai dengan kaidah islam yang sesuai dalam alquran, yang berada
dilingkungan sekitar kita tanpa adanyanya unsur ketinggalan jaman. Selain itu, untuk mengantarkan
pembaca kepada pemahaman bahwa di dalam setiap ciptaan Allah SWT terdapat
banyak sekali hikmah dan makna yang dapat diterapkan dalam dunia keilmuan
arsitektur
BAB 2
2.
Pembahasan
a. Analogi Arsitektur di Dlam Al-Quran
Al-Qur’an sebagai kitab pedoman utama kehidupan, sesungguhnya merupakan lautan
hikmah dan pelajaran yang tak terkira tepi dan dasarnya. Al-Qur’an menjadi
inspirasi dan dasar bagi penulisan begitu banyak buku sesudahnya. Tidak
tercatat dalam sejarah, sebuah kitab pun yang dapat menandingi al-Qur’an dalam
hal ini. Berjuta buku yang telah ditulis berdasarkannya pun tak sanggup
menguraikan isi dan kandungan al-Qur’an secara menyeluruh. Hal ini disebabkan
isi dan kandungannya yang begitu luas dan dalam untuk diselami. Karenanya,
setiap usaha untuk mengambil pelajaran dan memperoleh hikmah dari sebagian
kecil isi dan kandungan al-Qur’an pun akan sangat berarti bagi perkembangan
pengetahuan dan peningkatan kesadaran kita sebagai makhluk Allah swt.
Salah
satu contoh perumpamaan atau analogi arsitektur terdapat pada surat
At-Taubah ayat 109, yang artinya:
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. at-Taubah [9]:109)
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. at-Taubah [9]:109)
Dalam ayat di atas, Allah swt. membuat perumpamaan tentang keadaan
orang-orang yang zalim dengan orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi
jurang yang runtuh. Perumpamaan ini membawa orang yang membacanya untuk
membayangkan secara langsung, betapa sia-sia perbuatan mendirikan bangunan di
tepi jurang dan betapa perbuatan itu sebenarnya membahayakan dirinya sendiri.
Contoh lain dari analogi ini, adalah pemaparan al-Qur’an di
dalam surat An-Naml ayat 44 tentang kekaguman Ratu Saba ketika memasuki istana
Nabi Sulaiman.
“Dikatakan kepadanya: “Masuklah
ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam
air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman:
“Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah
diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”.” (QS. an-Naml
[27]:44)
Di dalam ayat ini, dideskripsikan kemajuan teknologi bangunan yang telah dicapai di
masa lalu. Penggunaan kaca sebagai bahan lantai, sehingga menampilkan kesan
seperti air, mencerminkan teknik konstruksi dan karya seni yang sangat
mengagumkan, bahkan sampai saat ini. Dengan demikian, kita lalu dapat menepis
anggapan bahwa orang masa kini lebih pintar dari orang di masa lalu.
Selain itu, ayat ini juga memberikan pelajaran kepada manusia tentang betapa
setiap kekaguman terhadap keindahan dan nilai-nilai estetika arsitektur
seharusnya bermuara pada kesadaran dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah
swt. sebagai pemilik segala keindahan dan keagungan. Setiap arsitek muslim
harusnya menyadari bahwa segala kemampuannya mengelola keindahan itu tidak lain
dikarenakan karunia Allah kepadanya. Karenanya, semangat yang terbangun
harusnya terjaga dari keinginan untuk menonjolkan dan menyombongkan diri dengan
karya arsitektur yang dihasilkannya.
Beberapa ayat lain di dalam al-Qur’an
juga menceritakan betapa majunya peradaban dan teknologi yang telah dicapai oleh
bangsa-bangsa yang telah lalu. Al-Qur’an mendeskripsikan tentang kota ’Iram
yang memiliki tiang-tiang yang tinggi, kaum Tsamud yang memahat tebing-tebing
yang tinggi untuk dijadikan bangunan, serta Fir’aun dan arsiteknya Haman yang
membuat bangunan yang tinggi. Lebih jauh, al-Qur’an juga memaparkan tentang
bagaimana akhir peradaban bangsa-bangsa itu. Bekas-bekas peninggalan kota-kota
itu bahkan masih dapat kita lihat dan temui saat ini.
“Itu adalah
sebahagian dari berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami
ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih
kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah.” (QS. Huud
[11]:100)
Hal
ini memberikan sangat banyak pelajaran kepada manusia. Pelajaran pertama yang
dapat diambil, adalah bahwa tidak ada kebesaran yang dapat bertahan terhadap
kehancuran di dunia ini. Kita dapat melihat peninggalan peradaban bangsa Mesir,
Mesopotamia, Yunani, Romawi, China, India, Inca, Maya, dan sebagainya, yang
tersebar di seluruh penjuru dunia. Sehebat apapun peradaban yang dibangun,
selalu terdapat siklus yang dilalui, yaitu kelahiran, perkembangan, puncak
kemajuan dan masa kemunduran. Hal ini menunjukkan kepada manusia, bahwa hidup
di dunia ini sesungguhnya teramat singkat jika dibandingkan dengan kehidupan di
akhirat kelak. Penyalahgunaan nikmat Allah SWT untuk bermegah-megahan dan hidup
dalam kemewahan mengakibatkan manusia lalai dan menganggap kehidupan di dunia
ini abadi. Karenanya, sembari mensyukuri segala karunia di dunia ini, manusia
hendaknya tidak melupakan tujuan utamanya untuk meraih kehidupan yang lebih
baik dan lebih kekal di akhirat kelak.
Pelajaran kedua yang dapat diambil dari
kisah-kisah itu,
adalah bahwa setinggi apapun kecerdasan dan kepintaran manusia, jika dibarengi
dengan kesombongan dan pengingkaran akan nikmat dan perintah Allah swt., maka
akan mengakibatkan kehancuran dan kebinasaan terhadap manusia itu sendiri.
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan
memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka?
Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi
(tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan.
Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti
yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan
tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS. ar-Ruum
[30]:9)
Peninggalan-peninggalan
peradaban bangsa terdahulu di bidang arsitektur sangat banyak tersebar di muka
bumi. Situs-situs purbakala ini dilestarikan dengan baik sebagai salah satu
sumber ilmu sejarah, budaya, arkeologi, dan sebagainya. Perkembangan
penemuan-penemuan di bidang arkeologis dan sejarah ini tentu bukanlah suatu
kebetulan semata. Allah swt. telah menjadikannya sebagai bukti-bukti nyata yang
dapat dilihat oleh manusia-manusia yang datang kemudian, agar mereka menjadikan
semua itu sebagai bahan pelajaran dan peringatan.
“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi
orang-orang di masa itu, dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Baqarah [2]:66).
b b. Konsep dasar
teori Atsitektur
Selain beberapa contoh analogi arsitektur di dalam
al-Qur’an diatas, dapat kita temui pula pada tataran konseptual. Dalam dunia arsitektur,
secara umum dikenal sebuah konsep dasar yang dicetuskan oleh Vitruvius, seorang
arsitek yang hidup di zaman Romawi, untuk menilai sebuah obyek arsitektur.
Konsep dasar ini terdiri dari tiga unsur utama, yaitu kekokohan (firmitas),
kegunaan (utilitas) dan keindahan (venustas). Alam semesta dan
segala yang ada di dalamnya ternyata mengandung nilai-nilai kekokohan (firmitas),
kegunaan (utilitas) dan keindahan (venustas) yang sangat
sempurna. Pelajaran ini bahkan dapat diperoleh dari ciptaan-ciptaan Allah SWT
yang seringkali dianggap remeh oleh manusia, seperti lebah, semut dan
laba-laba.
“Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor
semut: “Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak
diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari”.” (QS.
An-Naml [27]:18)
Sarang-sarang mereka dianggap lemah dan tidak berarti oleh
manusia, sehingga seringkali manusia merusaknya, dengan sengaja ataupun tidak,
tanpa rasa berdosa. Padahal, di balik setiap penciptaan mereka terdapat hikmah
dan pelajaran yang sangat besar, bahkan bagi perkembangan keilmuan arsitektur
saat ini. Di dalam sebuah sarang lebah madu misalnya, terdapat sebuah
perhitungan matematis yang sangat akurat tentang optimalisasi pembentukan ruang
dari segi bahan baku dan volume ruangan. Sementara itu, di dalam sebuah sarang
semut terdapat mekanisme pengaturan panas dan sterilisasi ruang, seperti yang
dibutuhkan di dalam perancangan sebuah rumah sakit. Lebih jauh, dari
rumah-rumah laba-laba yang kita anggap lemah, ternyata kita juga dapat
memperoleh pelajaran mengenai prinsip struktur kabel yang kuat menahan beban
tarik.
Pada ayat-ayat dibawah ini kita
bisa mengambil konsep dasar untuk membuat konsep perancangan yang lebih baik
dan tidak merusak lingkungan.
A. Ayat pertama
“Dialah
yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui “( al-baqoroh : 22)
Dalam
merancang, aspek vegetasi merupakan menjadi prioritas utama yang harus kita
dipikirkan. Selain mengurangi suhu disekitarnya hingga 1-2◦c vegetasi merupakan
view naturalis yang sangat indah untuk menghiasi sebuah tempat mukim. Yang
menjadi pembahasan adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan vegetasi bukan hanya
sebagai penyejuk lingkungan, tetapi bisa juga untuk diambil keuntungan darinya.
Oleh karena itu hendaknya kita menanami pepohonan yang menghasilkan buah dan
bisa dinikmati buahnya, sehingga tidak hanya menjadikan tempat mukim
sejuk,tetapi juga bisa memberikan manfaat kesehatan bagi orang yang bermukim.
B. Ayat kedua
“Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (an-nisa’ : 176)
Islam
adalah agama yang sarat dengan etika moral dalam segala aspek kehidupan,lantas
adakah etika yang berhubungan dengan arsitektural….? menjaga silaturrahim yang
baik terhadap tetangga merupakan etika moral yang bisa kita kembangkan kearah
arsitektural, contohnya dengan penggunaan pembatas rumah atau pagar yang tidak
berlebihan/terlalu tinggi
C. Ayat ketiga
“Bangunan-bangunan
yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka,
kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana “( At-taubah 110 )
Ayat
ketiga lebih mengarah kepada aspek psikis yang terjadi sekarang. Ayat ini
menjelaskan tentang mereka yang mendirikan bangunan tanpa memikirkan lingkungan
sekitarnya sehingga mereka merasa ragu dan was-was dikarenakan dampak yang
terjadi karena ulah mereka sendiri.
c. Berpadunya Arsitektur dan Alam Sekitarnya
Arsitektur
dan alam sekitar yang coba berpadu didalam konsep Green Architecture juga
dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan yang berkelanjutan, adalah
sebuah usaha dari para praktisi di dunia arsitektur untuk membantu membuat
bangunan yang lebih ramah lingkungan tanpa meninggalkan segi-segi estetis
yang menjadi ciri khas arsitektur.
Sebagai
bagian dari umat islam yang mempunyai tujuan hidup untuk menjadi seorang
khalifah di muka bumi, maka sudah seharusnya lah kita sebagai seorang calon
arsitek muslim memperhatikan keberlangsungan lingkungan sekitar dalam pembuatan
hasil rancangan kita. Agar kita tidak menjadi seorang arsitek yang berdarah
dingin, yang acuh tak acuh dengan sekitarnya. Al Quran sebagai pedoman hidup
sepanjang masa pun ternyata menunjang hal-hal yang termasuk didalamnya adalah
dunia arsitektur.
Berikut ini, beberapa ayat Al Quran yang coba kami tafsirkan dan kaji lebih dalam akan keterkaitannya dengan arsitektur :
1.
Surat Al-Hijr ayat
45-48
“ Sesungguh orang-orang
yang bertakwa itu dalam taman-taman surga dan (dekat) mata air (yang mengalir).
Dikatakan kepada mereka, masuklah kedalamnya dengan sejahtera dan aman. Dan
kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka, mereka merasa bersaudara,
duduk berhadap-hadapan diatas dipan-dipan, mereka tidak merasa lelah di
dalamnya dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya.”
Dalam
ayat tersebut menjelaskan suatu bangunan menghadirkan suatu dikelilingi oleh taman, adanya air mancur dan
airnya yang mengalir, serta pepohonan yang bisa dipetik buahnya. Aliran air
sengaja dibuat untuk menciptakan suasana aliran sungai seperti yang digambarkan
di dalam AL-QURAN. Selain itu bangunan ini juga ramah lingkungan sehingga tidak
menimbulkan efek negatif pada lingkungan sekitarnya.
2.
Surat Yunus Ayat 5
“Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui” .
Ayat
tersebut juga menjelaskan bahwa dalam menciptakan bangunan seorang arsitek
harus memikirkan keadaan dan musim bulan dan matahari agar dapat berfungsi
sesuai dengan yang diinginkan, Radiasi panas agar thermal bangunan dapat
disesuaikan. Selain itu pencahayaan yang akan didapatkan bangunan harus juga
diperhatikan.
3.
Surat Al Fajr Ayat 7
“(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi” .
Ayat diatas menjelaskan tentang bangunan-bangunan tinggi (pencakar langit) yang dilakukan oleh penduduk di masa lampau yang pada akhirnya diabadikan dalam ayat-ayat Al Quran. Bangunan diatas termasuk kedalam jenis bangunan Lighting Architecture, dimana pencahayaan alami yang didapatkan dari matahari adalah sumber utama energinya yang kemudian dipergunakan untuk memfasilitasi seluruh aktivitas manusia didalamnya. Bangunan diatas terletak di Dubai, Uni Emirat Arab.
4.
Surat Al Isra Ayat 73
”
Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas
kami sebuah kitab yang kami baca.” Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku
ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”
Kemewahan-kemewahan
bangunan rumah yang ditampilkan oleh para pembesar kerajaan arab saudi beserta
anak-anaknya pada zaman sekarang, ternyata bukanlah hal yang baru. Sebelumnya
AlQuran pun pernah menyebutkan. Bahwa ternyata hal ini pun pernah terjadi
pada masa lampau. Tidak ada hal yang menarik dari gambar yang kali ini
diposting. Hanya ingin menanpilkan keterkaitan atas apa yang tertulis dalam Al
Quran dan yang terjadi pada kehidupan nyata.
BAB
3
3.
Penutup
a.
Kesimpulan
Surga
adalah kenikmatan tertinggi dan balasan yang diinginkan bagi setiap manusia
ketika nanti berada di alam akhirat. Dalam Al quran, Allah menjanjikan kepada
orang beriman balasan surga yang didalamnya akan dibangun rumah-rumah yang
indah. Bayangan rumah-rumah indah itu adalah rumah-rumah yang asri, penuh
tanaman dan pepohonan disekitarnya.
Oleh
karena itu kita harus memperhatikan kondisi dan keadaan alam sekitar. Dan
vegetasi sudah seharusnya lah banyak kita masukkan sebagai bagian dari
rancangan yang akan kita buat.
Dalam
tataran hikmah, pemaknaan obyek arsitektur ternyata bukanlah sekedar pemaknaan
akan kekokohan, kegunaan dan keindahan semata. Pemaknaan lebih dalam,
sebenarnya adalah pemaknaan yang mengantarkan manusia kepada kesadaran yang
lebih tinggi (transendensi) akan keesaan dan kebesaran Allah SWT. Pada
akhirnya, keilmuan menjadi penguat dan penegak keyakinan agama. Insya Allah.
Arsitektur
Islam yang dilandasi oleh akhlak dan perilaku Islami tidak mempunyai
representasi bentuk yang satu dan seragam, tetapi arsitektur Islam mempunyai
bahasa arsitektur yang berbeda, tergantung dari konteks dimana dan apa fungsi dari
bangunan yang didirikan tersebut. Karya arsitektur Islam tidak pula dibatasi
oleh wilayah benua dan negara, karena kita akan melihat kekayaan arsitektur
Islam dari keragaman tempat yang membawa ciri khas dari wilayah masing-masing
negara tersebut. Dari keberagaman tersebut, akhirnya dapat dihadirkan satu
kekayaan khazanah arsitektur Islam yang melandasi lahirnya peradaban Islam yang
membawa manusia pada rahmatan lil alamin.
b. b. Saran
Fenomena yang terjadi sekarang
adalah pembangunan yang terlalu mementingkan keuntungan semata tanpa memikirkan
dampak yang akan terjadi. Sehingga dampak yang kita rasakan adalah suasana yang
kurang bersahabat.
Oleh karena itu kita harus lebih
berpikir kedepan dengan keadaan lingkungan sekitar kita. Sehingga kenyamanan
alam dapat dirasakan 100 bahkan sampai 1000 tahun yang akan datang insyaallah.
izin copy dek
BalasHapusTerima kasih saudari.. sangat membantu
BalasHapusmakasih cantikk
BalasHapus